BANDA ACEH | ACEHHERALD.Com – Pembina Majelis Tastafi, Teungku H. Syaikh Hasanul Basry atau akrab disapa Abu Mudi, mengajak seluruh elemen dayah untuk memperkuat persatuan masyarakat Aceh dalam menjaga akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Abu Mudi menegaskan bahwa persatuan umat Islam menjadi perhatian utama para ulama dunia. Abu Mudi menyoroti upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba melemahkan ukhuwah Islamiyah, termasuk dengan menyerang para habaib dan ulama.
“Salah satu hal yang menjadi kepedulian para ulama di dunia saat ini adalah menjaga persaudaraan sesama muslim. Musuh Islam sangat takut muslim bersatu. Maka, baru-baru ini kita lihat para habaib diserang habis-habisan, dengan tuduhan nasab palsu dan lain-lain. Oleh karena itu, mari menjadikan Tastafi sebagai penggerak persatuan ummat menuju aqidah yang lurus berdasarkan Ahlussunah waljamaah Asya’iriah walmaturidiah,” ajak Abu Mudi.
Oleh karena itu, Majelis Tastafi harus menjadi penggerak persatuan umat dengan mendukung berbagai pihak yang memiliki visi yang sama, termasuk pemerintah dan lembaga Islam lainnya.
Untuk tujuan tersebut, menurut Abu Mudi, maka Tastafi harus memberikan dukungan dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki visi dan pemikiran yang sama termasuk juga dengan pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah.
Abu Mudi juga menekankan pentingnya metode dakwah yang bijak dengan mengutamakan hikmah dan mau’izhah hasanah. Perbedaan pendapat dalam organisasi, hal yang wajar dan bisa menjadi rahmat jika disikapi dengan akhlak yang baik.
“Oleh sebab itu, anggota Tastafi diharapkan mengutamakan sikap tawadhu’, husnudhan, dan mencari titik temu dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat,” ujar Abu Mudi saat menyampaikan sambutannya pada pembukaan acara Rakor dan Mubahasah, Senin (3/2/25) siang.
Selain itu, Abu Mudi menyoroti degradasi moral yang terjadi di Aceh dan menekankan pentingnya peran Tastafi dalam membangun masyarakat berakhlak.
Ia mengusulkan agar Tastafi merumuskan kurikulum tasawuf atau akhlak yang dapat diajarkan di majelis taklim. Kurikulum ini harus tetap berlandaskan kitab turats muktabarah agar pembelajaran tauhid, fikih, dan tasawuf tetap sesuai dengan ajaran ulama terdahulu.
Abu Mudi juga mengingatkan bahwa dakwah tidak hanya berupa ceramah, tetapi juga aksi nyata yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Tastafi harus hadir dalam setiap lini kehidupan, membantu fakir miskin, menyelesaikan persoalan umat, dan semakin memperkenalkan ajarannya kepada masyarakat. “Jangan sampai masyarakat Aceh tidak tahu apa itu Tastafi,” tegasnya.
Sebelumya, Ketua Panitia Rakor, Tgk. Mustafa Husen Woyla dalam sambutannya mengatakan bahwa dari kegiatan Rakor ini dapat memperkuat program unggulan Tastafi serta merumuskan program baru yang penting bagi kemajuan bersama.
Ia menekankan bahwa mubahasah adalah tradisi luhur ulama dan ilmuwan Muslim yang harus terus dijaga.
“Badan Otonom Lajnah Bahsul Masail adalah ruh dan jasad yang tidak terpisahkan. Kami mengajak semua pihak untuk terus bersama-sama memajukan Tastafi demi kemaslahatan umat Islam di Aceh, Indonesia, dan dunia,” pungkasnya.
Laporan: Andika Ichsan