
SEBUAH fenomena—yang oleh banyak kalangan—diklaim sebagai ‘drama’ meluncur dari altar Lembaga Pendidikan tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Darussalam, bagin dari kampus Jantong Hate rakyat Aceh. Adalah kebijakan Rektor UIN Ar Raniry Prof Dr Warrul Walidin AK MA yang dirumorskan ‘menjegal’ langkah Prof Dr Syahrizal Abbas MAg untuk menuju kursi Kakanwil Depag Aceh.
Melalui suratnya ke Dirjen Pendis Kemenag, bernomor : 4558/Un.08/R/04/2020, tanggal 27 April 2020, Rektor UIN Ar Raniry meminta Tim Pansel untuk tidak melanjutkan proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) atas nama Syahrizal, yang tak lain adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar – Raniry, dengan dalih belum mendapatkan izin atasan.
Walhasil Syahrizal yang sudah lulus seleksi administrasi bersama 15 orang kandidat lainnya, otomatis terhenti. “Kampus masih membutuhkannya,” kata Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kelembagaan, H Gunawan, MA, PhD.
Sumber sumber di lingkup UIN Arraniry mengakui jika masalah pembatalan rekom atasan itu jarang jarang terjadi di kampus UIN Ar Raniry. “Biasanya selalu lancar dan malah didukung untuk berkarir di luar, jika memang dibutuhkan oleh negara. Seingat saya ini yang pertama kali terjadi,” ujar seorang dosen muda di lingkup UIN yang tak ingin disebutkan jati dirinya.
Karena sebelumnya, waktu Syahrizal ‘izin keluar’ saat menjadi Kadis Syariat Islam Aceh, sepertinya lancar lancar saja. Bukankah kala itu mungkin tenaga pengajar di UIN lebih sedikit. Bukankh dengan posisi hanya sebagai Kakanwil—kalaupun jadi—di Aceh, Syahrizal tak sulit untuk membagi waktu dengan kampus. Atau bila perlu jika memungkinkan dibuat perjanjian hitam di atas putih.
Penghadangan itu juga memunculkan sinyalemen karut marut dan raja raja kecil di kancah regulasi birokrasi di negeri ini. Rasanya, sebagai instansi vertika yang punya akar sentralisasi yang kuat, penganuliran itu terasa sangat naif. Sebagai institusi dengan komando dari pusat, seharusnya ada power untuk meluruskan, sekadar anulir tersebut.
Bukankah Tim Pansel JPTP yang diketuai Plt Sekjen Kemenang Prof Dr M Nizar Mag telah meluluskan Syahrizal walau hanya berbekal surat rekomendasi atasan dari seorang Dekan? Lantas kelulusan itu balik dibatalkan oleh seorang rektor, hingga memunculkan tanya dimana independensi dan kewenangan Pansel yang dalam keputusannya mengatakan tidak boleh diganggu gugat. Karena memang telah mengiyakan rekomendasi hanya dari seorang dekan.
Fenomena ini tak heran memunculkan beragam penafsiran kepada Lembaga yang punya moto IKHLAS BERAMAL itu. Dan tiba tiba mengingatkan kita dengan kasus Romahurmuziy alias Romy yang terlibat dalam jual beli jabatan di Kemenag dan akhirnya dijebloskan masuk bui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam kasus Tuan Romy, sempat dipanggil oleh KPK untuk menjadi saksi, Prof Farid Wajdi dan Prof Warrul Walidin yang kini telah menjabat sebagai Rektor UIN Arraniry. Saat itu Prof Syahrizal , Prof Dr Misri A Muchsin Le MA, dan Prof Dr Syamsul Rijal MA juga menjadi kandidat Rektor UIN Ar Raniry untuk periode jabatan saat ini.
Kita sama berharap ‘penjegalan’ itu bukan panen panjang dari proses suksesi rektor yang lalu. Karena kita tiba tiba juga teringat dengan kegagalan seorang mantan kandidat Rektor Unsyiah untuk mengisi jabatan eselon dua di Kemenkes Jakarta, juga gara gara tak berhasil mendapatkan rekom atasan, bahkan sebelumnya gelar akademis yang didapat sempat terkatung katung ‘pengakuannya’. Padahal dari sisi kompetensi, rasanya sudah sangat kredibel untuk posisi yang dimaksud.
Kita juga sangat tak mengharapkan, Lembaga intelektual di Kampus Darussalam yang mestinya jadi jantong hate rakyat Aceh, malah mempertontokan drama tak elok yang jauh dari koridor sebagai Lembaga Pendidikan yang punya cita cita luhur melahirkan kader kader pemimpin Aceh yang handal di masa hadapan.
Penulis : Nurdinsyam