Semoga Bukan Karena Ampau Terakhir

SEBUAH prestasi fenomenal ditorehkan oleh Pemerintah Daerah Aceh, tepatnya Lembaga eksekutif dan legislative Aceh, Rabu (24/9) siang. Seiring persetujuan – DPR Aceh terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020 dengan komposisi pendapatan Rp15,457 triliun dan belanja Rp17,279 triliun. Inilah tonggak sejarah bagi Aceh, ketika menjadi yang tercepat di Indonesia, dalam menggolkan rancangan APBA 2020 … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

SEBUAH prestasi fenomenal ditorehkan oleh Pemerintah Daerah Aceh, tepatnya Lembaga eksekutif dan legislative Aceh, Rabu (24/9) siang. Seiring persetujuan – DPR Aceh terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020 dengan komposisi pendapatan Rp15,457 triliun dan belanja Rp17,279 triliun.

Inilah tonggak sejarah bagi Aceh, ketika menjadi yang tercepat di Indonesia, dalam menggolkan rancangan APBA 2020 menjadi APBA 2020, melalui suara bulat semua fraksi di DPRA, dalam sidang paripurna DPR Aceh di Banda Aceh, Rabu.

Bisa dikatakan, ini ibarat sebuah mimpi, karena belum pernah terjadi di Aceh. Prestasi yang nyaris serupa dihasilkan pada era Aceh dalam status darurat militer, saat konflik berkecamuk dulunya. Kala itu para anggota dewan dan eksekutif dikarantina di Sabang, untuk menuntaskan APBA yang saat masih dikatakan APBD Tk I.

Betapa tidak, langkah ala militer itu terpaksa ditempuh, karena telah menjadi kebiasaan di Aceh, finalisasi pembahasan anggaran selalu terlambat. Dan keterlambatan itu kembali terjadi setelah Aceh justru keluar dari cabikan konflik itu sendiri.

Keterlambatan itu sempat berbuah penalty terhadap jajaran eksekutif dan legislative, berupa penghentian gaji. Hal yang sama menimpa ribuan honorer dan kontrak yang tak dapat menikmai gaji, hanya gara gara draft APBA belum disahkan.

Seandainya penghentian gaji itu menimpa para elit di eksekutif dan tuan tuan dewan, tentu tak begitu menjadi persoalan. Buktinya keterlambatan senada terus berulang.

Namun jika penalty itu menimpa para tenaga honorer dan kontrak yang rata rata hidup di bibir batas layak, tentu menjadi persoalan yang krusial.

Mereka terjerat utang, hingga ada yang bubar rumah tangga, serta bahkan ada yang berdarah darah, gara gara rupiah yang tak kunjun terbayar di kedai gampong atau tukang rente yang terus memburu tagihan.

Baca Juga:  Gubernur Aceh Prihatin, Sampaikan Duka untuk Korban Banjir Flores Timur

Tahun ini, terasa seperti mimpi, ketika baru pada bulan September, anggaran tahun ke depan telah disahkan. Walau sebenarnya beberapa daerah di Aceh telah melakukan hal senada sejak beberapa tahun terakhir.

Kita bertanya, kok bisa tahun ini fenomena itu terjadi? Apakah karena buah karya dari tekad keras seorang Taqwallah yang dikenal sebagai pekerja yang senantiasa tak pernah tidur? Atau memang tekad kuat anggota dewan terhormat atas dasar kepedulian kepada jutaan rakyat Aceh yang justru bagai ayam mati dalam lumbung padi dalam beberapa tahun terakhir.

Kita haqqul yakin saja jika itu memang berkat kemauan keras eksekutif dan legislative Aceh berbuat baik untuk kemaslahatan jutaan rakyat Aceh. Tapi satu tanya juga mengusik kita rakyat, jangan jangan itu karena tuan tuan dewan mau mengakhiri masa tugas yang hanya terhitung jam. Ya….sekadar ampau terakhir…..Sekali lagi…itu mungkiiiin.

Nurdinsyam
Pemimpin Redaksi

Berita Terkini

Haba Nanggroe