PARIWARA

LHOKSEUMAWE | ACEH HERALD.com-
Sebanyak 68 gampong dalam empat kecamatan di wilayah Kota Lhokseumawe harus mampu menyelesaikan perkara pidana ringan (tipiring) yang terjadi di tengah-tengah masyarakatnya di meunasah desa setempat.
Kehadiran rumah restrorative justice (suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri) akan mempermudah penyelesaian tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat.
Hal itu dikemukakan Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Dr Mukhlis SH MH di depan 68 keuchik yang desa sudah ditetapkan sebagai rumah restrorative justice se Kota Lhokseumawe, Senin (13/4/2022).
Sebelum resmi menjadi Rumah restrorative justice, para keuchik (kepala desa) dari 68 gampong itu secara khusus diundang oleh Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya untuk ikut sosialisasi rumah atau gampong Restroratife Justice oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe.
Mukhlis mengatakan, janganlah semua tindak pidana yang terjadi di gampong harus dibawa ke pengadilan apalagi berakhir di penjara.

Dikatakan, perkara ringan yang nilai kerugian materinya di bawah Rp 2,5 juta bisa selesaikan oleh pihak gampong secara bermartabat. “Keuchik, tuha peut, tuha lapan, dan para kepala lorong di gampong agar bijak menyelesaikan perkara-perkara tindak ringan secara adil. Tanpa harus ke pengadilan,” katanya.
Penegakan hukum, ujar Mukhlis harus memuaskan semua pihak. Kalau setiap tindak pidana bermuara ke pengadilan pasti ada pihak yang tidak puas. Imbas dari ketidakpuasan ini akan memicu dendam dari pihak yang dihukum tidak akan habis-habisnya.
Karena itu Kejaksaan Negeri, ujar Mukhlis sedang menggalakkan hukum yang berkeadilan dan tidak merugikan, dan justru saling menguntungkan dari para pihak yang bermasalah.
Namun diakui, selama ini jika dalam penanganan sebuah perkara tidak berkeadilan, karena pihak yang dirugikan meminta ganti rugi uang dalam jumlah yang banyak. “Kalau dalam sebuah upaya damai bermuara pada permintaan uang maka itu masuk dalam pemerasan,” ujar kepala kejaksaan negeri Lhokseumawe tersebut.
Mukhlis menjelaskan, dalam rumah restrorative justice yang akan dijalankan nantinya mengacu pada 18 kasus yang bisa diselesaikan di tingkat gampong.
Lebih jauh Muklis menyebutkan landasan hukum untuk menghadirkan rumah restrorative adalah, UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, UU Nomor 11 tahun 2021 tentang perubahan UU No 16 tahun 2004, Qanun Aceh nomor 9 tahun 2008 tentang Pembiaan Kehidupan Adat Istiadat, dan Peraturan Kejaksaan No 15 tahun 2020 tentang Penghentian Peruntutan Berdasarkan Keadilan Restrorative.
Khusus untuk Aceh, katanya, ada regulasi yang mamayungi penyelesaian kasus pidana di gampong yaitu Qanun Nomor 9 tahun 2008. Ia minta gampong segera membuat SK Majelis peradilan Adat Gampong sebagai bagian dari implementasi gampong restrorative justice.
Sebab, katanya, kalau sudah dibuat Surat Keputusan Majelis peradilan Adat Gampong maka setiap ada tindak pindana yang terjadi di gampong bisa diselesaikan dan pihak kejaksaan bersedia mendampingi untuk menyelesaikan perkara dimaksud.
Menurut Kajari Kota Lhokseumawe, Dr Mukhlis, ada 18 kasus yang bisa ditangani dan selesaikan di tingkat gampong sesuai yang tercantum dalam qanun no 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat yaitu:
1.Perselisihan dalam rumah tangga.
2. Sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh.
3. Perselisihan antar warga.
4. Khalwat (mesum);
5. Perselisihan tentang hak milik.
6. Pencurian dalam keluarga (pencurian ringan).
7. Perselisihan harta sehareukat.
8. Pencurian ringan.
9. Pencurian ternak peliharaan
10. Pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
11. Persengketaan di laut
12. Persengketaan di pasar
13. Penganiayaan ringan
14. Pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat)
15. Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik.
16. Pencemaran lingkungan (skala ringan)
17. Ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman)
18. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istiadat.
Pada pertemuan dengan para keuchik (kepala desa) sekota Lhokseumawe itu, Kejari Lhokseumawe Mukhlis didampingi oleh Asisten I Setdako M Maxsalmina, Camat Muara Dua Yuswardi, Camat Blang Mangat Ridha Fahmi, Camat Muara Satu Taruna Putra, dan utusan dari camat Banda Sakti.
Maxsalmina berharap pada para camat untuk kembali mencek ke setiap gampong terkait SK majelis peradilan adat di gampong. Kalau belum ada maka segera disusun keanggotaannya dan ini bagian dari implementasi kampung restrorative justice.
Penulis : Yuswardi