RSU Datu Beru Terima BMHP Alat Tes Swab PCR Senilai Rp 1,4 M Dari Kemenkes RI

TAKENGON | ACEH HERALD PASCA Pemerintah Dserah Kabupaten Aceh Tengah memiliki alat tes Swab PCR (polymer chain reactions) sendiri, yang ditempatkan di Ruang Laboraturium RSU Datu Beru Takengon, aktivitas tracing terhadap orang yang kontak langsung dengan pasien terkomfirmasi positif Covid 19 semakin gencar dilakukan oleh tim Satgas Penanggulangan Covid 19 Aceh Tengah. Fakta inilah yang … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Petugas Laboratorium Klinik RSU Datu Beru Takengon menerima BMHP untuk bahan tes Swab PCR bantuan dari Kemenkes RI. (Foto Aceh Herald / Robby)

TAKENGON | ACEH HERALD

PASCA Pemerintah Dserah Kabupaten Aceh Tengah memiliki alat tes Swab PCR (polymer chain reactions) sendiri, yang ditempatkan di Ruang Laboraturium RSU Datu Beru Takengon, aktivitas tracing terhadap orang yang kontak langsung dengan pasien terkomfirmasi positif Covid 19 semakin gencar dilakukan oleh tim Satgas Penanggulangan Covid 19 Aceh Tengah.

Fakta inilah yang membuat angka pasien terkomfimasi positif Covid 19 di daerah penghasil kopi arabica dengan kualitas terbaik ini meroket tajam, hingga masuk ke daftar kawasan zona merah Covid 19, dengan angka jumlah peningkatan di atas rata-rata nasional.

“Kenapa jumlah pasien terkomfirmasi positif di daerah kita semakin hari semakin meningkat, tentu saja karena kita gencar melakukan tracing terhadap orang yang kontak langsung dengan pasien yang terkomfirmasi poditif dan kita juga punya alat tes Swab PCR sendiri yang kapasitasnya mencapai 100 hasil sample tes per hari,” jelas Jubir Satgas Penanggulangan Covid 19 Aceh Tengah, dr Yunasri M.Kes kepada acehherald.com, Jum’at, (25/06/21).

Mendengar kabar tentang adanya alat Swab PCR tersebut,  acehherald.com mencoba untuk menelusuri bentuk, sistem kerja dari alat yang berdasarkan data bahwa Aceh Tengah adalah satu-satunya Kabupaten/Kota di Aceh yang memiliki alat tes Swab PCR sendiri.

Dipandu oleh Kepala Ruangan Lab RSU Datu Beru, dr Erik Sp.Pk, kami mencoba untuk melihat langsung alat tes Swab PCR tersebut.

Berdasarkan penjelasan dr Erik yang menempuh pendidikan kedokterannya di Fakultas Undip Semarang, bahwa Swab tes (PCR) adalah salah satu cara atau metode yang dilakukan oleh para tenaga medis dalam upaya untuk mendeteksi keberadaan virus atau bakteri penyebab penyakit.

Terkenalnya Istilah swab tes ini oleh masyarakat disebabkan maraknya virus corona dan banyaknya rumah sakit serta tenaga medis yang melakukan tes ini untuk melakukan pengecekan secara berkala.

Baca Juga:  Temuan Komisi Pegawas Abdya:Terbukti, Pupuk Bersubsidi Dijual di Atas HET dan Banyak Petani tak Terdaftar dalam RDKK
Petugas Laboratorium RSU Datu Beru tengah melakukan tes Swab PCR menggunakan alat tes Swab PCR terhadap spesimen sampel masyarakat kontak langsung dengan pasien Covid 19. (Foto Aceh Herald / Robby)

“tes Swab PCR ini adalah pemeriksaan dengan menggunakan sampel dari lendir dalam hidung ataupun tenggorokan, dari si pasien,” jelas Erik.

Dimana, lanjut Erik, Hasil pengetesan secara Swab PCR ini diakui lebih akurat daripada tes lainnya, karena uji tes dengan metode ini langsung dapat mendiagnosa penyakit atau virus pada pasien.

“Yang harus kita fahami adalah, perbedaan tes dengan metode Swab PCR hasilnya baru dapat diketahui secara pasti dalam waktu delapan jam. Selain itu, tes metode ini dapat langsung mengenali apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak, sedangkan rapid test hanya sebatas memberi informasi bahwa seseorang telah terinfeksi oleh virus (skrining) namun belum dapat dipastikan bahwa virus tersebut adalah Covid-19,” terang dokter Erik.

Menurut dokter berdarah Sunda ini, kendala yang dihadapi pihaknya selaku pengelola laboratorium dan operator dari alas Swab PCR milik Pemda saat ini adalah kurang Barang Medis Habis Pakai (BMHP), yang digunakan pada saat melakukan uji tes Swab kepada pasien.

Karena, masih menurut dokter yang memperistri gadis lokal Takengon ini harga dari bahan kebutuhan medis untuk operasional alat Swab tersebut lumayan mahal, dimana harga bahan per sekali pakai bisa mencapai Rp. 450.000 hingga Rp. 500.000. “Kendala kita saat ini adalah kurangnya BMHP, karena seiring meningkatnya jumlah pasien positif, tentu hasil tracing yang harus tes juga semakin meningkat, sementara harga barang yang kita butuhkan lumsyan mahal,” ujar Erik.

Alhamdulillah, lanjut Erik, kita mendapatkan bantuan dari Kemenkes berupa 3000 BMHP yang baru saja kita terima, bantuan senilai Rp. 1,4 M ini dihibahkan oleh pihak Kemenkes untuk Pemkab Aceh Tengah dengan pengiriman via Banda Aceh. “Alhamdulillah, sudah kita terima dan bantuan ini murni gratis dengan tidak dipungut biaya apapun,” tutup dr Erik.(*)

Baca Juga:  Dilalap Sijago Merah, 3 dari 5 Rumah Warga Ceurieh Delima Pidie Ludes

 

Penulis     :     Robby

Berita Terkini

Haba Nanggroe