
[divider style=”solid” top=”20″ bottom=”20″]
IDI | ACEH HERALD
SEBANYAK 2.437 pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta di Aceh Timur mendapat Bantuan Subsidi Upah (BSU) Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan.
Syarat untuk mendapatkan BSU ini adalah warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan NIK dan wajib terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan melunasi iuran minimal hingga Juni 2020. Mereka juga harus memiliki rekening bank aktif dan bergaji dibawah Rp 5 juta.
Hal itu diungkapkan Kadis Perindustrian, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Aceh Timur, Drs Zulbahri M.AP saat menjadi keynote speaker pada acara Webinar bertajuk “Manfaat BSU bagi pekerja di masa pandemi” di Idi, Senin (30/11/2020).
Dalam seminar online yang digelar Komite Penanggulangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) bersama Kementerian Kominfo dan Diskominfo Aceh Timur tersebut, Zulbahri juga merincikan total pekerja yang terdata di Aceh Timur saat ini mencapai 24.000 orang.
Meski ia berharap semua pekerja ini mendapat BSU karena sejauh ini belum ada pembatasan kuota untuk Aceh Timur, tapi banyak juga pekerja yang gagal menerimanya karena nomor NIK di KTP dengan nomor NIK di KK berbeda.
Selain itu ada rekening bank mereka tidak aktif lagi. Malah kebanyakan para pekerja ini tidak terdaftar sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan, ujar Zulbahri lagi.
Untuk menyiasati kendala ini, lanjut Zulbahri, pihak Disperinnaker dan Transmigrasi Aceh Timur telah menempuh berbagai upaya sesuai kewenangannya guna membantu pekerja agar bisa dapat BSU.
Antara lain mendata seluruh pekerja, termasuk korban PHK akibat pandemi Covid 19 serta berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mendata pekerja perusahaan agar mendaftarkan seluruh karyawannya menjadi peserta aktif BPJS-Naker serta melakukan monitoring sekaligus evaluasi bersama BPJS Cabang Langsa.
Ditambahkan Zulbahri, total anggaran dari program ini sebesar Rp 37,8 triliun yang akan diterima oleh 15,7 juta karyawan yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara Kadiskominfo Aceh Timur, Khairul Rizal SE,Ak, M.Si,MBA yang juga menjadi pemateri Webinar mengajak masyarakat untuk sama-sama melawan hoaks yang belakangan ini kian marak, terutama di media sosial.
Hoak itu kabar bohong atau informasi sesat. Selain merugikan diri sendiri dan orang lain, menyebar hoak dengan sengaja dengan niat jahat juga bisa dipidana dengan ancaman sampai lima tahun penjara.
Karenanya, lanjut Khairul, pemberitaan itu harus lebih selektif dan tidak asal sebar. Saring sebelum sharing dan perlu bersikap skeptis atau tidak gampang percaya pada suatu informasi yang belum jelas kebenarannya. Dengan begitu, kita terdorong mencari referensi penyeimbang untuk akurasi dan validasi sebuah informasi.
Menurut Khairul, data penyeimbang untuk menguji sebuah kabar yang dicurigai sebagai hoaks bisa dilakukan dengan mengakses media-media mainstream yang kredibel dan terpercaya, mengakses situs resmi pemerintah atau dengan mengecek tanggal pembuatan lewat fasilitas mensin pencarian di internet dan aplikasi terkait lainnya.
“Sebab, banyak juga video hoak yang dikait-kaitkan dengan narasi provokatif dan manipulatif yang seolah baru kejadian, padahal itu video editan yang sudah beredar beberapa tahun sebelumnya,” terang Khairul Rizal.(*)
PENULIS : RIDWAN SUUD