Unsyiah Bahas Strategi Eliminasi Wabah dan Persiapan Normal Baru di Aceh

BANDA ACEH │ ACEH HERALD Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar diskusi publik secara virtual untuk membahas penanganan corona virus desease 2019 (Covid-19), Selasa (16/6/2020). Pembahasan ini mencakup eliminasi wabah dan persiapan dalam menghadapi normal baru di Aceh. Pelaksanaan diskusi publik tersebut didiasari pertimbangan, saat ini Aceh memiliki 27 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dengan satu angka … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

BANDA ACEH │ ACEH HERALD

Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar diskusi publik secara virtual untuk membahas penanganan corona virus desease 2019 (Covid-19), Selasa (16/6/2020).  Pembahasan ini mencakup eliminasi wabah dan persiapan dalam menghadapi normal baru di Aceh.

Pelaksanaan diskusi publik tersebut didiasari pertimbangan, saat ini Aceh memiliki 27 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dengan satu angka kematian. Angka ini relatif kecil dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Namun, pada tujuh kasus terakhir, patut menjadi perhatian karena mengingat kasus tersebut menjadi bukti adanya transmisi lokal Covid-19 di Aceh.

Wakil Rektor I Unsyiah, Prof Dr Marwan, mengatakan dalam  menghadapi normal baru, hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan. Namun, harus dibarengi pengawasan agar tidak terbentuk klaster-klaster baru Covid-19 di Aceh.

Untuk itu, Unsyiah bersama stakeholder lain juga telah melakukan survey untuk mengetahui respon perilaku masyarakat. “Edukasi masyarakat juga perlu dilakukan terus secara intensif, termasuk mengoptimalkan peran dan partisipasi semua tokoh masyarakat,” ucap Marwan.

Marwan berharap, dari pengalaman pandemi ini, Aceh dapat mengoptimalkan potensi daerah untuk kebutuhan ketahanan pangan dan energi. Untuk itulah, kebijakan menghadapi normal baru ini seharusnya berdasarkan data kebijakan yang digerakkan.

“Pandemi ini juga bisa membuka kesempatan dalam berbagai bidang bagi Aceh. Misalnya, pengembangan Aceh sebagai kota pintar,  konsep infrastruktur cerdas yang mengacu pada rumah pintar-bangunan pintar, urbanisme taktis yang mencakup bersepeda, berjalan, berbelanja di toko-toko lokal, jalan untuk lingkungan, dan lainnya,” ujar Marwan.

Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Universitas Andalas, Dr dr Andani Eka Putra, mengungkapkan strategi penanganan ini harus dilakukan di lapangan, bukan di rumah sakit. Ia mencontohkan, bagaimana timnya berupaya mencari orang-orang melalui tutup pelacakan kontak di semua tempat di wilayah Sumatera Barat.

Baca Juga:  Gubernur Antar Bingkisan Lebaran untuk Nakes RS Rujukan Covid-19

“Semakin banyak pemeriksaan, semakin cepat dapat dilakukan pemutusan rantai penyebaran virus. Perlu pengawasan yang cepat,” ucapnya.

Kata dia, saat ini, angka pemeriksaan di Sumbar sudah sampai 0,6 persen. Jumlah ini di atas angka rata-rata nasional yakni pemeriksaan 0,1 persen. Menurutnya, kekuatan Sumatera Barat ada pada kemampuan laboratoriumnya. Hal ini menjadi penentu. “Saat ini Sumbar sudah mulai memeriksa orang tanpa gejala (OTG), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Reagen sekarang cukup. Karena itu, pemeriksaan dapat dilakukan,” ungkapnya.

Ketua IDI Aceh, Dr Safrizal mengungkapkan, dalam menghadapi normal baru, pemerintah harus berkolaborasi dengan semua pihak.  Selain itu, Dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah ini juga menjelaskan, saat ini banyak laboratorium yang menerima reagen dari BNPB, tapi kapasitas mereka kecil.  Menurutnya, ini masalah utama sebab reagen menjadi menumpuk. “Reagen perlu diprioritaskan untuk laboratorium dengan kapasitas pemeriksaan besar dan jumlah sampel juga,” ucapnya.

Sementara untuk aktivitas masyarakat, seperti masjid , dapat dibuka hanya untuk beribadah. Masyarakat diimbau untuk tidak ngobrol dan melakukan pertemuan. “Hanya ibadah, jemaah menghadap ke depan, ke arah imam. Posisi shaf diatur sebaik-baiknya supaya aman dari potensi penyebaran virus,” terangnya.

Namun jika infeksi tinggi, aktivitas di masjid harus dibatasi. JIka tidak, maka  masjid tidak masalah tetap dibuka, selama hanya untuk ibadah.

Untuk sejumlah wilayah yang tidak ada kasus baru, Safrizal menyarankan untuk melakukan poengawasan terlebih dahulu. “Sebab, satu wilayah yang tidak ada laporan, ketika dilakukan pengawasan ternyata terdapat delapan kasus positif,” ucapnya.(*)

PENULIS : AZWANI AWI

Berita Terkini

Haba Nanggroe