Sebuah Asa dari Geuredong Pasee

MATAHARI seperti memanggang bumi kala waktu menunjukkan pukul 11.45 WIB, saat mobil kami meliuk-liuk di jalan berliku menuju lokasi Trasmigrasi Gampong Sukadamai Kecamatan Geuredong Pasee, Aceh Utara. Sekitar 12.20 WIB akhirnya kami sampai di lokasi transmigrasi yang sudah mulai dibuka sejak tahun 1986 lalu di era Orde Baru. Keuchik Zulfikar Fauzi serta aparatur gampong menyambut … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Kwasan pemukiman transmigrasi GeuredongPasee,Aceh Utara

MATAHARI seperti memanggang bumi kala waktu menunjukkan pukul 11.45 WIB, saat mobil kami meliuk-liuk di jalan berliku menuju lokasi Trasmigrasi Gampong Sukadamai Kecamatan Geuredong Pasee, Aceh Utara.

Sekitar 12.20 WIB akhirnya kami sampai di lokasi transmigrasi yang sudah mulai dibuka sejak tahun 1986 lalu di era Orde Baru. Keuchik Zulfikar Fauzi serta aparatur gampong menyambut kami dengan ramah di Balee Gampong.

Rombongan yang dipimpin oleh Teuku Ismail Alba ST itu terlibat diskusi sejenak, sebelum tim turun ke lapangan. Kami ikut menanyakan seputar bibit durian yang pernah dibagikanm yang sebagian ternyata telah tumbuh di lahan.

Sebuah penyambutan yang sederhana, jauh dari kesan protokoler, namun terasa hangat dan sangat familiar dari petinggi Gampong yang berpenduduk seribuan itu.

Ditemani Keuchik Zulfikar Fauzi kami lalu meninggalkan balee gampong untuk meninjau beberapa item kegiatan Disnaker Mobduk Aceh di Gampong Sukadamai.

Salah satu sasaran utama kami adalah melihat jembatan serta jalan usaha tani yang dibuat tahun sebelumnya. Kami melalui jalan desa yang berlumpur karena diguyur hujan beberapa jam sebelumnya. Benar benar suasana gampong yang jauh dari hiruk pikuk kota, ada lelaki yang naik sepeda motor dengan telanjang dada.

Bahkan ada pria yang membonceng istri melewati jalan berlumpur juga bertelanjang dada. Kesannya seperti melewati jalur grass track, toh itu tetap disyukuri warga, ketimbang dulu tak ada badan jalan sama sekali.

Tampak geliat ekonomi sudah berlangsung. Ada wanita yang sedang menderes karet dalam kerimbunan hutan gampong. Ada warga yang lalu lalang membawa hasil bumi. Sebuah bukti nyata dari begitu pentingnya jalur jalan usaha tani itu.

Kicau burung di lahan yang masih basah itu menambah spirit kami untuk terus berjalan melintasi medan berlumpur menuju jembatan jalan usaha tani itu. Kicau burung yang tentunya tak sama dengan burung di dalam sangkar, karena mereka berada di alam bebas dengan kicau ceria khas alam terbuka.

Baca Juga:  Pembelaan Tukang Becak Pembobol Rekening Rp 320 Juta Agar Tak Dihukum

Kami menemui seorang wanita yang sedang menderes getah di batang karet, sebuah sinyal bergeraknya roda ekonomi perkebunan di kawasan itu. Wanita sederhana itu dengan cekatan memainkan pisau deresnya.

“Lumayan pak, kini sekilo karet sudah Rp 10.000, dan kita bisa memasarkan nya keluar sana, karena jalan menuju pusat transaksi sudah ada,” kata wanita itu saat kami tanya soal pemasaran karet.

Dalam perjlanan itu,  kadang kami berselish dengan lelaki pengendara motor yang bertelanjang dadad khas desa, kadang juga ada pasangan suami istri (pasutri) dan anaknya yang naik sepeda motor di jalan berlumpur begitu mahir, tanpa memakai perlengkapan keselamatan ala anak-anak komunitas trail yang masuk jalan hutan. Mereka tampak tenang melintas di jalan bak kubangan.

Sampai di jembatan kami mencoba mengulik data spesifikasi jembatan yang telah dibangun, ternyata sesuai dengan spek.

Keuchik Zulfikar Fauzi mengatakan jembatan itu benar benar menjadi urat nadi kehidupan ekonomi warga transmigrasi Geurudong Pasee, Aceh Utara..

Masyarakat kini bisa ke ladang dengan lancar, serta produksi yang keluar dari areal lahan usaha tani mereka juga lancar.

“Sebelumnya banyak produksi dan hasil tani yang membusuk di pohon, karena tak bisa diangkut, akibat tak ada akses transportasi. Dulu sebelum ada jembatan, di bulan ber-ber alias bulan September, Oktober, November, hingga Desember sering banjir, maka kebun sama sekali tak bisa dikunjungi  serta hasilnya tak bisa dikeluarkan,” kata Zulfikar.

Lebih parah lagi, karena sering banjir di musim penghujan, warga tak bisa ke kebun mereka. “Namun kini setelah adanya jembatan ini semuanya menjadi lancar, termasuk lancarnya ekonomi kami,” kata Keuchik Zul.

Tanpa bermaksud berlebihan, dengan adanya jebatan ini maka bertambah juga  penghasilan warga, karena roda ekonomi makin lancar berputar. Akibat hasil tani bisa dikeluarkan dalam kondisi baik serta punya nilai jual yang juga lumayan. (adv)

Baca Juga:  Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Resmi PKS PT Satya Agung

 

Berita Terkini

Haba Nanggroe