JAKARTA | ACEHHERALD.COM – Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan untuk menggeser kewenangan pembinaan dan organisasi Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung akan melakukan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak yang secara bertahap selambat-lambatnya pada 31 Desember 2026.
Berikut amar putusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pada Kamis, 25 Mei 2023:
“Menyatakan sepanjang frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi ‘Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’ sehingga Pasal 5 ayat (2) selengkapnya berbunyi ‘Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026’.”
Keputusan ini berlandaskan pada UU 1945 dan perubahan UU Nomor 48 Tahun 2009. MK menyatakan sejak 2004, hanya ada empat lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer.
Dengan demikian, menurut MK, pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam dan melekat pada salah satu lingkungan peradilan tersebut. Sehingga sejak saat itu, Pengadilan Pajak dikategorikan sebagai pengadilan khusus yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berada di bawah Mahkamah Agung.
Adapun UU Pengadilan Pajak ini digugat oleh seorang advokat spesialis pajak, Nurhidayat. Gugatan diajukan di tengah mencuatnya berbagai perkara perpajakan. Salah satunya karena kasus penganiayaan dengan tersangka Mario Dandy, anak mantan pegawai Direktorat Jenderan Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo.
Nurhidayat menggugat frasa “Departemen Keuangan” yang ada di dalam UU tersebut. Dia meminta majelis hakim MK menyatakan frasa ini bertentangan secara syarat (Conditionally Unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tak memiliki kekuatan hukum tetap.
“Sepanjang tidak dimaknai (diganti dengan) Mahkamah Agung,” demikian poin gugatan Nurhidayat, yang diwakili kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa, dalam keterangan kepada Tempo, Senin, 27 Desember 2023.
Berikut bunyi lengkap Pasal 5 UU Pengadilan Pajak yang digugat:
Pasal 5
(1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Sebelumnya, kasus penganiayaan dilakukan Mario ke David Ozora, anak petinggi GP Anshor. Buntut kasus ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan II. Belakangan, Rafael juga mundur dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
Setelah kasus Dandy, terungkap juga harta fantasitis dari pegawai pajak seperti Rafael. “Berbagai pengungkapan ini semakin menggerus kepercayaan rakyat untuk mau membayar pajak. Hal ini tentunya berbahaya bagi perjalanan negara,” kata Viktor.
Berbagai kasus terkait pajak jadi latar belakang Pemohon mengajukan gugatan. Lantas, ia mengkritik kedudukan Pengadilan Pajak yang masih berada dalam cengkraman kekuasaan Kementerian Keuangan. Ia menilai seharusnya dilepaskan dan diserahkan kepada Mahkamah Agung secara sepenuhnya.
Saat ini, kata Viktor dalam keterangannya, sengketa pajak antara pembayar pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah Kementerian Keuangan akan berujung pada Pengadilan Pajak. Sementara Kedudukan Pengadilan Pajak masih berada di bawah kendali Kementerian Keuangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 2 inilah kemudian diatur hal-hal yang menyebabkan masuknya kekuasaan eksekutif yaitu Kementerian keuangan ke dalam Pengadilan Pajak di dalam UU ini. Viktor merinci beberapa di antaranya:
1. Tata Cara Penunjukan Hakim Ad Hoc pada pengadilan Pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 9 ayat 5)
2. Tunjangan dan ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 22)
3. Kedudukan Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 27)
4. Tata Kerja Kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 28 ayat 2)
5. Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Keuangan (Pasal 29 ayat 4)
6. Persyaratan untuk menjadi kuasa hukum yang harus dipenuhi, selain yang diatur dalam UU Pengadilan Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Pasal 34 ayat 2)
Viktor menilai situasi ini telah melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan manapun, sebagaimana dijamin dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945. Menurutnya, prinsip ini tidak bisa ditawar dalam suatu negara hukum.
Padahal saat UU Pengadilan Pajak dibentuk pada 2002 silam, Viktor menyebut pemerintah dan DPR sempat menghendaki kewenangan pembinaan ini dialihkan ke Mahkamah Agung paling lambat 5 tahun sejak UU diundangkan. Bahkan ada yang ingin 1 sampai 3 tahun saja.
Namun saat sudah menjadi UU Pengadilan Pajak, ketentuan soal tenggat waktu itu dihilangkan. Itulah sebabnya urusan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan tetap berada di bawah kekuasaan Kementerian Keuangan selama 21 tahun lamanya.
Sumber: TEMPO.CO