Suatu sore awal Juni. Sunset masih belum tampak batang hidungnya. Di Hutan Kota BNI kawasan Tibang, Banda Aceh, pelancong tempatan masih ramai yang berekreasi. Hutan buatan 7,15 hektare yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY belasan tahun silam, itu salah satu destinasi wisata di Banda Aceh.
Banyak keindahan yang dapat dinikmati di hutan tersebut. Ada hutan mangrove mini dengan ikan ‘berlarian’ ke sana ke mari di akarnya. Ditambah lagi, keluarga kepiting kecil warna-warni yang begitu kontras di lantai hutan bakau dengan suara capidnya bak orkestra.
Tak hanya itu, kicauan burung terdengar merdu saling bersahutan, menambah semarak suasana saat menyusuri titian kayu yang membelah hutan bakau di sana. Bila beruntung, pengunjung bisa menyaksikan burung bangau putih bertengger di pucuk-pucuk bakau yang mengungkung hutan.
Selain mangrove, di hutan mini itu juga terdapat lima ribu tanaman keras dari 150 jenis. Ada cemara laut, waru, ketapang, bak (pohon) glumpang, kelapa, pinus, dan pohon tanaman keras lokal lainnya. Di setiap batang pohon disematkan plat kecil berisi informasi nama jenis tanaman tersebut dalam bahasa Latin dan Aceh.
Yang lebih spesialnya lagi, di sudut kanan timur hutan, terdapat pohon yang ditanam oleh kepala daerah dari seluruh Indonesia. Setiap pohon diberi tanda dengan nama kepala daerah dan jenis tanamannya. Salah satunya, istri SBY, almarhumah Ani Yudhoyono yang menanam Trembesi atau Samanea Saman).
Untuk diketahui, di taman itu ditanam berbagai jenis pohon khas dari berbagai kota di Indonesia. Misalnya, pohon Andalas dari Padang, Kayu Hitam dari Kota Palopo dan Laban atau Mane dari Kota Langsa. Ada juga pohon-pohon lain yang namanya terdengar unik seperti Janda Merana, Barat Daya, Bulian dan Nyamplung.
Pohon yang paling dominan adalah Trembesi. Pohon ini dikenal memiliki kemampuan menyerap karbon yang lebih tinggi. Menurut pengelola Hutan Kota Tibang, penamaan jenis tanaman merupakan bentuk edukasi kelestarian alam bagi masyarakat dan pengunjung. Saat bersantai, wisatawan tidak hanya mendapatkan kesempatan menyegarkan pikiran, tetapi juga memperoleh pengetahuan tentang lingkungan.
Tempatnya yang alami dan menarik membuat taman ini juga menjadi perhatian sejumlah fotografer. Beberapa komunitas pernah membuat hunting foto bersama di sana. Baik membidik matahari terbit ataupun senja. Keduanya dapat dilakukan di Hutan Kota Tibang ini. Ini menjadi nilai plus bagi instragamable atau penyuka swafoto.
Lahan Gersang Bekas Tsunami
Hutan Kota Tibang awalnya hanya lahan gersang bekas hantaman bencana tsunami Aceh pada 2004 silam. Pemerintah Kota bersama BNI kemudian memermak lahan itu menjadi Ruang Terbuka Hijau atau RTH, sebagai tindak lanjut dari konsep Banda Aceh Green City.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota atau DLHK3 Banda Aceh, Tarmizi mengatakan pembangunan Hutan Kota Tibang menjadi program prioritas pemerintah kota di bidang lingkungan.
Pemerintah kota, kata dia, menganggap penting prinsip pembangunan berkelanjutan yang merupakan bagian dari agenda global 2015-2030, yaitu Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan SDGs, maka akan menyeimbangkan pembangunan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan.
“Keberadaan Hutan Kota Tibang ini telah menjelma menjadi paru-paru Kota Banda Aceh karena mampu menghasilkan 37 ton oksigen per harinya,” ujar Tarmizi, dikutip dari laman resmi DLHK3.
Bukan hanya itu, dengan ribuan pohon yang kini tumbuh, Hutan Kota Tibang mampu menyerap karbondioksida dalam jumlah besar. Sesuatu yang sangat dibutuhkan sebuah kota untuk mengantisipasi pemanasan globlal.
Jogging Track
Selain memberikan edukasi bagi generasi penerus bangsa, Taman Hutan Kota BNI juga dilengkapi fasilitas lapangan basket merangkap lapangan futsal. Setiap sore banyak anak-anak muda yang memanfaatkan lapangan tersebut.
Pun demikian, penyuka lari sore, tak mau ketinggalan. Pengelola menyediakan lintasan lari atau jogging track sepanjang 500 meter, tersambung dengan jalan setapak yang mengelilingi hutan.
Maulidia, mahasiswi Universitas Bina Bangsa Getsempena Jurusan Keperawatan, menjadikan track itu sebagai tempat mengeluarkan keringat saban akhir pekan. Ia menilai Hutan Kota Tibang menjadi tempat yang cocok untuk sekadar olahraga ringan seperti lari sore, sembari menghirup udara yang dianggapnya bersih. Selain itu, tidak ada penjual makanan ringan di kawasan taman, sehingga bisa menghemat kocek.
Ketua Rimbawan Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Pante Kulu, Aswita menyebut Hutan Kota Tibang sangat penting bagi mahasiswa kehutanan.
Mengapa? “Sebab tidak harus jauh-jauh ke tengah hutan belantara hanya untuk sekadar praktik lapangan mempelajari jenis tanaman keras, mulai dari mengukur diameter batang pohon, model kulit kayu, hingga bentuk daunnya,” ujar Aswita.
Dengan adanya hutan kota itu, kata dia, mahasiswa yang harus menunaikan praktik lapangan setiap semester, bisa melakukannya di sana. “Jadi seperti itulah arti penting Hutan Kota Tibang bagi mahasiswa.”
Hutan Kota Tibang terletak di ujung timur Banda Aceh. Untuk mencapainya, mudah saja. Dari depan Markas Polda Aceh di jalan protokol ke arah Darussalam, berbeloklah ke kiri sesampainya di Simpang Mesra. Setibanya di jalan Krueng Raya-Tibang, belok lagi ke kiri sebelum patahan dekat Jembatan Krueng Cut. Dari sini, jarak ke Hutan Kota cuma sekira dua kali lemparan batu lagi.
Masih di awal Bulan Juni. Matahari terbenam mulai memancarkan sinarnya yang terpantul di riaknya air mangrove. Satu per satu pengunjung meninggalkan Hutan Tibang. Bertolak belakang dengan itu, sekumpulan burung bangau malah kembali ke hutan mangrove ini.