Ketua PDI-P Aceh Besar Tolak Pemekaran, Segerakan Badan Otoritas Pembangunan Kawasan

Banda Aceh, Acehherald.com – Wacana Bupati Aceh Besar Mawardi Ali yang ingin mengabungkan Kota Banda Aceh dengan Aceh Besar, seperti yang dilansir oleh Harian Serambi Indonesia, Sabtu (7/12/2019) direspon positif oleh Ketua DPC PDI-P Aceh Besar Zulkifli AK. Dalam releasenya, ia menilai untuk peningkatan pelayanan bagi masyarakat Aceh hanya ada dua solusi. “Yang pertama dengan … Read more

Zulkifli AK

Iklan Baris

Lensa Warga

Zulkifli AK, Ketua DPC PDI-P Aceh Besar

Banda Aceh, Acehherald.com – Wacana Bupati Aceh Besar Mawardi Ali yang ingin mengabungkan Kota Banda Aceh dengan Aceh Besar, seperti yang dilansir oleh Harian Serambi Indonesia, Sabtu (7/12/2019) direspon positif oleh Ketua DPC PDI-P Aceh Besar Zulkifli AK.

Dalam releasenya, ia menilai untuk peningkatan pelayanan bagi masyarakat Aceh hanya ada dua solusi. “Yang pertama dengan pemekaran dan kedua dengan cara penggabungan wilayah, seperti di ungkapkan Bupati Mawardi Ali”, ungkapnya Rabu (11/12/2019) kepada AcehHerald.

Zulkifli Ak yang merupakan Alumni Magister Lingkungan Unversitas Institut Pertanian Bogor (IPB), menilai konsep pembangunan saat ini terlalu mengandalkan luas wilayah administratif. “Seharusnya memiliki konsep kawasan yang saling bersinergi dengan pemanfaatan tata ruang,” ungkapnya.



Ia menambahkan, “Secara kawasan, Aceh Besar dan Banda Aceh di padukan memiliki batas kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh namun masih satu wilayah sosial dalam Aceh Rayeuk”.

“Jadi perlu sebuah badan otoritas di bawah Pemerintah Aceh dengan dukungan Pemerintah Pusat untuk pengembangan kawasan Ibukota Provinsi Aceh, yaitu Aceh Besar, Banda Aceh dan Sabang,” paparnya lagi.

“Dengan pembentukan badan otoritas ini yang harus segera dibentuk untuk mensinergikan pembangunan bersama. Apalagi isu pemekaran dan perluasan wilayah semakin menguat di akar rumput”.

Sesuai Visi Pemerintah

Dalam penilaiannya, pengembangan berbasis kawasan akan mendukung pembangunan dan perekonomian wilayah. “Ini dapat dilihat dari padatnya aktivitas pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan ekonomi. Jadi bukan mengedepankan pembangunan secara wilayah administratif, karena kita dalam satu wilayah kesatuan Republik Indonesia”, tutupnya.

Sebagaimana diketahui, Jakarta sejak tahun 2014 telah memberlakukan moratorium pengembangan wilayah otonomi. Menurut data di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), tercatat 315 daerah telah mengajukan pemekaran hingga Agustus 2019.



Selain itu dengan pembentukan badan otoritas kawasan, akan mendukung program pemerintahan Jokowi, yaitu pengembangan kerja sama antardaerah otonom untuk peningkatan pelayanan publik dan pembangunan sentra ekonomi baru.

Baca Juga:  Banjir Genangan Renggut Nyawa Bocah Yatim

“Kita perlu mempelopori daerah otonom agar saling bekerja sama. Sinergi Ini akan mengatasi masalah bersama sekaligus mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah masing-masing ”, pungkasnya.

Zulkifli sendiri berharap kedepannya, Aceh memiliki kawasan agropolitan, metropolitan dan minapolitan serta pulau kecil dan terluar yang bersinergisasi dan terintegrasi dalam pembangunan berkelanjutan.

Ia menutup dengan menyebutkan program Basajan (Banda Aceh, Sabang dan Jantho) yang pernah dicetuskan pada tahun 2009 lalu. “Program Basajan ini harus diperkuat dandi rumuskan ulang. Potensi dan peningkatan peluang pembangunan yang bersinergi antara Banda Aceh sebagai Ibukota, Aceh Besar sebagai penyangga dan Kota Sabang dengan potensi pariwisata merupakan salah satu bentuk contoh pembangunan berkonsep kawasan ini”.

Editor: Salim

Berita Terkini

Haba Nanggroe